Tokoh Adat desa Kalawa sedang melakukan ritual adat Mamapas Lewu/ membersihkan kampung |
Lama sudah rasanya enggak pernah nulis di blog kesayanganku ini. selain karena emang kurang mahir nulis, saya juga disibukkan dengan pekerjaan yang mengharuskan pergi ke berbagai wilayah yang ada di pelosok pedalaman
Pulau Kalimantan. Sebenarnya sangat banyak cerita yang dapat diangkat dan diceritakan dari berbagai pengalaman hidup bersama masyarakat ini, namun seperti yang saya tuliskan diawal tadi, saya masih belum mahir membuat tulisan yang baik, sehingga bermacam-macam catatan perjalanan yang saya buat hanya menumpuk di laci meja kerja serta hanya tersimpan sebagai arsip di didalam kepala saya. Tugas untuk membuat film tentang kearifan lokal masyarakat Kampung Kalawa awal tahun 2010 ini, membuat saya memberanikan diri memposting tulisan tentang kehidupan masyarakat di kampung Kalawa dengan harapan menjadi Inspirasi bagi masyarakat lainnya. Karena saya menilai masyarakat kampung Kalawa dengan berbagai keterbatasan dan hanya bermodal tekad dan kesadaran yang tinggi akan arti pentingnya hutan, mereka mampu menjaga kelestarian hutan rawa gambut yang ada di wilayah itu. Semoga bermanfaat… Di Kalimantan Tengah terdapat sekitar 3.8 juta hektar kawasan hutan gambut, sayangnya sejak tahun 1996/1997 hutan gambut yang ada tersebut mulai menjadi rusak secara serius akibat adanya proyek gambut sejuta hektar (PLG). Akibat proyek ini muncul berbagai masalah pada hutan gambut seperti kebakaran, kekeringan, kebanjiran dan semakin punahnya kehidupan liar dalam kawasan hutan gambut tersebut. Ancaman besar yang juga berperan dalam deforestasi hutan rawa gambut diKalimantan Tengah adalah masuknya perusahaan-perusahaan raksasa di bidang perkebunan Kelapa Sawit dan Pertambangan Batu Bara yang sampai kini masih menjadi primadona.
Bencana yang muncul akibat rusaknya kondisi hutan rawa gambut tersebut kemudian sangat berdampak pada kehidupan masyarakat lokal dan kelestarian fungsi hutan gambut. Selain itu juga mengancam keberadaan dan kelestarian keragaman hayati dan ekosistem hutan gambut yang sangat unik. Nilai-nilai kearifan masyarakat lokal yang sebelumnya ada mulai terkikis akibat pergeseran dan desakan ekonomi atau kebutuhan hidup yang semakin sulit akibat hancurnya sumber-sumber kehidupan masyarakat lokal yang bersumber dari alam sekitarnya.
Walaupun dengan kondisi kerusakan hutan gambut yang sangat spektakuler tersebut, masih ada tersisa beberapa kawasan yang cukup baik, dikelola dengan kearifan lokal masyarakat setempat. Kawasan kampung Kalawa misalnya, sebuah kampung yang terletak di Kecamatan Kahanyan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau propinsi Kalimantan Tengah ini masih memiliki kawasan hutan rawa gambut yang luasannya mencapai sekitar 10.875 hektare dengan berbagai spesies dan kareagaman hayati yang masiha ada didalamnya.
Masyarakat kampung Kalawa sejak jaman dahulu sangat menggantungkan hidupnya dengan Hutan rawa gambut, berbagai kebutuhan hidup diperoleh dari dalam hutan ini. Sadar akan pentingnya hutan bagi kehidupan mereka, maka dalam pemanfaatan dan pengelolaannya masyarakat kampong Kalawa sangat memegang teguh kearifan dalam mengelola hutan yang ada di wilayah mereka. Kearifan Lokal masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan dari jaman dahulu terbukti mampu menjaga hutan agar tetap lestari.
Seperti yang diceritakan oleh Bapak Lephes (60 tahun) disela-sela waktu istirahat saat kami akan menuju hutan Kalawa untuk mengambil gambar untuk keperluan proyek pembuatan film documenter yang sedang saya kerjakan. Menurut Bpk. Lephes masyarakat desa Kalawa saat ini sedang memperjuangkan untuk diakuinya hutan Kalawa menjadi Hutan Adat, harapan mereka agar nantinya hutan adat itu akan di atur dalam hukum adat desa yang berlaku sehingga tidak sembarangan orang dapat merusak hutan tersebut. misalnya dalam memanfaatkan kayu yang ada di dalam hutan tersebut untuk keperluan membangun rumah misalnya ( pak Lephes becerita ), dalam hukum adat ada aturannya, jadi tidak sembarang tebang, ukuranya harus sesuai, arah rebahannya juga harus sesuai, dan kalo tidak sesuai dengan aturan adat maka si penebang akan di kenakan Jipen atau denda adat.
Hutan adat Kalawa adalah representasi positif dari kearifan lokal masyarakat Dayak dalam mengelola hutan yang mulai ditinggalkan di tengah era globalisasi ini. Walau masyarakat kampung Kalawa memiliki keterbatasan ekonomi, mereka tetap berusaha mendorong adanya Hutan Adat Kalawa. Karena selain sebagai media belajar anak cucu mereka, hutan ini juga merupakan sumber suplay air untuk kebun karet, kebun buah-buahan dan padi tahunan mereka.
Namun niat baik masyarakat Kalawa ini tak sepenuhnya berjalan sesuai dengan harapan, sampai hari ini pengakuan hutan Adat Kalawa masih belum di berikan oleh Pemerintah Daerah setempat baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten. Sejak di deklarasikan menjadi Hutan Adat oleh masyarakat dan tokoh-tokoh adat setempat pada tahun 2005, hingga hari ini masyarakat masih terus berupaya mendapatkan legalitas pengakuan Hutan Kalawa Menjadi Hutan Adat dari Pemerintah Daerah, bahkan mereka telah mengirimkan surat kepada Pemerintah Pusat mengenai hal ini namun belum juga ada tanggapan yang memuaskan, kata pak Lephes. "walau demikian kami tidak akan patah arang, kami akan terus memperjuangkan sampai hutan adat ini benar-benar di akui oleh pemerintah". tambah pak Lephes.
Inspirasi bagi masyarakat bahwa dengan tekad dan kesadaran yang tinggi akan arti pentingnya hutan menjadi sebuah semangat di tengah keterbatasan yang dimiliki.
2 komentar:
Kebersamaan juga dilakukan suku bangsa Dayak dalam tata kelola produksi pertanian bernama handel. Handel berasal dari Anndeel (bahasa Belanda), yang dalam bahasa Indonesia berarti kerja sama. Bersama mengelola air.
pernah denger konsep handel di kalawa?
Rita yang baik,, betul sekali itu. soal konsep handil di kalawa, saya ada sedikit catatan mengenai ini, apakah kamu punya? mari kita berbagi.. :)
Posting Komentar