1.1.2.
Desa Tabiku
A.
Kondisi
Geografis
Desa Tabiku
saat ini merupakan bagian dari wilayah administrative Kecamatan Seruyan Raya[1],
Kabupaten Seruyan. Desa ini berbatasan dengan Desa Bangkal di
bagian Utara, Desa Sembuluh I dan II bagian Selatan, Danau Sembuluh disebelah Barat
dan Pondok Damar dibagian Timur.
Desa Tabiku memiliki luas 102 km2 memiliki kontur dataran yang bervariasi namun didominasi oleh daerah dataran rendah dan rawa-rawa di sepanjang pinggiran Danau Sembuluh. Sebagian besar wilayah desa tabiku kini telah dikuasai oleh perkebunan besar swasta kelapa sawit, bahkan seluruh wilayah desa ini masuk dalam HGU 3 (tiga) perusahan kelapa sawit, yakni PT. Kerry Sawit Indonesia, PT. Salonok Ladang Mas dan PT. Hamparan Mas Bumi Persada[2].
Desa Tabiku memiliki luas 102 km2 memiliki kontur dataran yang bervariasi namun didominasi oleh daerah dataran rendah dan rawa-rawa di sepanjang pinggiran Danau Sembuluh. Sebagian besar wilayah desa tabiku kini telah dikuasai oleh perkebunan besar swasta kelapa sawit, bahkan seluruh wilayah desa ini masuk dalam HGU 3 (tiga) perusahan kelapa sawit, yakni PT. Kerry Sawit Indonesia, PT. Salonok Ladang Mas dan PT. Hamparan Mas Bumi Persada[2].
B.
Keadaan
Sosial Budaya
Jumlah
penduduk
Jumlah
penduduk Desa Tabiku sebanyak 933 jiwa, terdiri dari 455 perempuan dan 478
laki-laki dimana komposisi penduduk berasal dari 356 kepala keluarga (KK).
Suku bangsa
yang ada
Penduduk
Desa Tabiku sebagian besar adalah masyarakat petani dari Desa Sembuluh I dan II. Pada tahun
1965 masyarakat Desa Sembuluh I dan II yang menekuni pola perladangan berpindah
menyusuri daerah aliran sungai dan Danau untuk mencari lokasi hutan yang akan
dibuka menjadi areal perladangan padi. Ketika lokasi hutan sudah ditemukan dan
dianggap cocok untuk diolah menjadi perladangan, masyarakat mulai melakukan
pembersihan lahan dengan cara pohon yang kecil-kecil ditebang dan kayunya
diambil untuk membuat kayu bakar, selanjutnya daun-daun dan ranting yang sudah
kering dibakar, kemudian lahan yang sudah bersih dibiarkan, menunggu musim
hujan. Selama menunggu musim hujan biasanya masyarakat akan membuat dukuh
(pondok) sementara untuk tempat peristirahatan dan tinggal disana kurang lebih
2 minggu sampai 1 bulan.
Untuk memenuhi kebutuhan selama berada di dalam hutan, biasanya mereka
membawa persediaan makanan dan juga membawa benih sayur-sayuran untuk di tanam
di sekitar pedukuhan, selain itu juga mencari getah dan rotan yang ada di dalam
hutan.
Saat musim penghujan tiba,
mereka mulai bercocok tanam dengan menanam banih (padi) yang sudah terlebih
dulu direndam dan disemaikan di pinggir sungai. Selama banih yang ditanam belum
bisa dipanen, biasanya masyarakat pulang ke desa Sembuluh I dan II untuk menjual
hasil hutan yang meraka dapat seperti ; karet, rotan dan hasil hutan lainnya untuk
di jual, lalu kembali lagi ke ladang dan tinggal disana sampai menunggu panen
tiba. Masyarakat akan meninggalkan ladangnya ketika selesai musim panen dan
kembali lagi setelah 1-3 tahun ketempat itu lagi untuk berladang. Ladang yang
sudah di garap sebelum ditinggalkan biasanya diberi tanda yang ditinggalkan
oleh si pemilik yakni berupa tanaman-tanaman tertentu, seperti tanaman
buah-buahan ataupun karet.
Pada tahun 1972 kegiatan
membuka hutan seperti itu mengalami masa puncak kejayaannya, pada tahun itu
masyarakat sembuluh sangat banyak yang membuka hutan untuk perladangan di
kawasan ini karena merasa hasil dari sumber daya alam diwilayah ini sangat
melimpah, pedukuhan-pun bertambah pesat dan masyarakat Desa Sembuluh I dan II
semakin banyak menetap disana, maka pedukuhan tersebut di beri nama dukuh
Tabiku oleh masyarakat. Tabiku
artinya akar kantung semar,
karena disana banyak terdapat kantung-kantung semar. Masyarakat Sembuluh lebih
senang disebut dengan orang sembuluh karena mereka mempunyai bahasa sendiri
yaitu bahasa Sembuluh dan hampir mirip dengan bahasa melayu, tetapi hanya
orang-orang yang sudah tua saja yang bisa menggunakannya. Masyarakat Tabiku
merupakan bagian dari desa Sembuluh maka mereka mengakui identitas mereka
sebagai orang
sembuluh dan bahasa sehari-hari yang digunakan adalah bahasa
Sembuluh dan bahasa Banjar.
Kemudian pada tahun 2007, dukuh Tabiku terpisah dari desa Sembuluh I dan
II. Karena pertambahan penduduk yang semakin tahun semakin banyak maka
pemerintah menetapkan Dukuh Tabiku menjadi Desa Tabiku pada bulan Agustus 2007.
Saat ini ada
beberapa etnis lain seperti Bugis dan Jawa yang
mendiami Desa Tabiku ini namun jumlahnya masih sangat sedikit.
Agama dan
kepercayaan
Masyarakat
Desa Tabiku mayoritas beragama Islam. Masyarakatnya hingga saat ini masih
menonjolkan peran tokoh atau tetuha kampung untuk menyelesaikan permasalahan
sosial, budaya dan lainnya. Dalam pengambilan keputusan kepala desa maupun BPD
yang terpilih selalu mengandalkan tokoh-tokoh masyarakat. Peran ulama yang ada
di desa biasanya lebih menonjolkan pada kegiatan yang bersifat keagamaan.
Pemerintah desa (Kepala Desa) bersama dengan BPD saat ini
berfungsi mengatur tatanan kehidupan secara formal. Sedangkan secara informal
tatanan kehidupan masyarakat diatur secara adat dan kebiasaan yang di pimpin
oleh tokoh-tokoh masyarakat dan ulama. Peran Ulama dan tokoh-tokoh masyarakat
sangat berperan penting dan dibutuhkan dalam mengatur kehidupan mereka. Baik
dalam mengatur dari tatanan cara kepemilikan lahan, ketertiban umum,
pemanfaatan sumberdaya alam, perkawinan, kematian dan kehidupan sosial lainnya.
Bentuk kelembagaan lain yang terdapat di desa tabiku adalah organisasi dalam
bentuk pengajian, Koperasi, organisasi masyarakat (kelompok tani) dan
organisasi pemuda.
Sarana dan
prasarana umum
Sarana dan prasarana fasilitas umum yang tersedia di Desa tabiku ini masih
sangat minim, hal ini dapat dilihat dari tersedinya sarana pendidikan Sekolah
Dasar (SD) 1 gedung, Masjid 1 gedung, Pustu ( puskesmas pembantu ) 1 gedung,
Sumur galian dari PPK (program pengembangan kecamatan). Untuk Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), untuk sementara ini menggunakan
fasilitas yang ada di Desa Sembuluh dan Desa Bangkal.
Akses jalan yang menghubungkan desa Tabiku dengan desa-desa lainnya
sudah cukup memadai. Warung-warung
untuk kebutuhan sehari-hari juga sudah tersedia disana.
C.
Sumber
Ekonomi
Mata
pencaharian
Sejak tahun 1965 masyarakat Desa Tabiku berprofesi sebagai petani pola
perladangan padi berpindah (huma), perkebunan karet, rotan dan hasil hutan
lainya.
Pada tahun 1996-2000 kegiatan illegal loging sangat marak terjadi di
wilayah ini, masyarakat pun ikut melakukan kegiatan tersebut karena dirasa
sangat mudah untuk mendapatkan uang. Dengan adanya kegiatan illegal loging
masyarakat tidak harus meninggalkan pekerjaan perladangan dan kebun, yang
bekerja di ladang saat itu adalah kaum ibu-ibu dan anak perempuannya, sedangkan
sebagian dari bapak-bapak dan anak muda ikut melakukan kegiatan illegal loging.
Tahun 1997 akibat dari maraknya kegiatan illegal loging ini, terjadi
kebakaran besar-besaran di wilayah tabiku dan sekitarnya, kebakaran menyebabkan
berbagai dampak negatif yang merugikan masyarakat Tabiku secara keseluruhan.
Perkebunan dan ladang (huma) habis terbakar, selain itu dampak yang mereka
rasakan hingga saat ini adalah sumber daya alam yang melimpah tidak lagi bisa
diambil.
Pada tahun itu juga sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit masuk ke
wilayah tabiku, yakni PT. Kerry Sawit Indonesia ( KSI ), lahan perladangan dan
perkebunan masyarakat banyak yang terbakar dan tergusur oleh aktifitas
perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. KSI, kebutuhan hidup masyarakat juga
semakin tinggi pada saat itu, sehingga banyak dari masyarakat desa tabiku
memilih bekerja sebagai buruh
harian lepas di perusahaan sawit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar