Salah satu areal Konsesi perkebunan kelapa Sawit yang ada di Kalteng yang dibangun diatas areal bermasalah dari segi hukum |
Sampit, Kalteng, 26/11 (ANTARA) - Dinas Perkebunan Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, mengaku tidak mengetahui adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan perusahaan besar swasta (PBS) dengan menggarap kawasan hutan produksi. "Kami tidak mengetahui secara pasti kasusnya karena Disbun Kabupaten Kotim hanya berwenang menangani budi daya saja," kata Kepala Disbun Kabupaten Kotim, Sugian Noor di Sampit.
Masalah perizinan, kata dia, sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Untuk itu Disbun tidak mengetahui secara pasti terkait perizinan tersebut. Ia juga mengaku sebelumnya telah didatangi aparat kepolisian yang informasinya dari tim Mabes Polri yang sedang melakukan penyelidikan terkait dugaan pelanggaran tersebut.
"Kami memang sempat menerima tamu dari aparat kepolisian tersebut dan mengenai kasus dugaan pelanggaran itu kita lihat saja perkembangannya nanti seperti apa," katanya.
"Kami memang sempat menerima tamu dari aparat kepolisian tersebut dan mengenai kasus dugaan pelanggaran itu kita lihat saja perkembangannya nanti seperti apa," katanya.
Sementara sebelumnya tim Mabes Polri menyebutkan, kasus dugaan pelanggaran penggunaan kawasan hutan di Kabupaten Kotim dilakukan oleh enam PBS perkebunan kelapa sawit dan luasannya mencapai 24.000 hektare. Keenam PBS yang diduga melakukan pelanggaran tersebut adalah PT. Karya Makmur Abadi (KMA) dan PT Ramban Bina Makmur (RBM), kedua perusahaan perkebunan ini berada di Kecamatan Mentaya Hulu. Kemudian PT. Hutan Sawit Lestari (HSL) yang berlokasi di dua kecamatan yaitu Kecamatan Parenggean dan Cempaga Hulu, PT Sarana Prima Multi Niaga (SPMN) juga berlokasi di dua kecamatan yaitu Parenggean dan Cempaga Hulu serta yang terakhir, yaitu PT Agro Bukit (AB) yang berlokasi di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang.
Dugaan pelanggaran yang dilakukan PBS tersebut hampir seragam yaitu sudah melaksanakan aktivitas perkebunan mulai dari pembersihan lahan (land clearing) bahkan hingga panen buah sawit, padahal PBS tersebut tidak memiliki atau belum mendapatkan Surat Keputusan (SK) Pelepasan Kawasan Hutan (PKH) dari Menteri Kehutanan RI. Akibat buruk yang timbul dari dugaan pelanggaran penggunaan kawasan hutan di Kabupaten Kotim itu, negara akhirnya mengalami kerugian yang sangat besar hingga triliunan rupiah.
Misalnya kerugian yang ditimbulkan oleh PT. SPMN, informasinya, berdasarkan data audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah merugikan negara minimal sebesar Rp.18.222.922.060, serta kerugian PSDH (Provisi Sumber Daya Hutan) Rp. 1.121.428.461 dan DR (Dana Reboisasi) sebesar USD115,605.59. Data kerugian itu dihitung dari Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) yang diterbitkan bupati Kotim pada waktu itu. Kerugian yang ditimbulkan oleh PT. SPMN, adalah dari penggunaan kawasan hutan produksi (HP) seluas 8.367 hektare (berdasarkan TGHK) atau seluas 7.213,56 ha (berdasarkan RTRWP Kalimantan Tengah) dan Kawasan Pengembangan Produksi (KPP) seluas 1.154,04 hektare. Perusahaan ini ternyata belum memiliki Izin Pelepasan Kawasan Hutan (IPPKH), namun perusahaan yang sudah melakukan penanaman sejak tahun 2004 seluas 6.699 ha ini arealnya 80 persen berada dikawasan HP.
Selanjutnya, perusahaan lain yang juga dikabarkan menyumbang kerugian terhadap negara yaitu PT. AB. Perusahaan itu memperoleh IUP pada tanggal 29 April 2005 berdasarkan Surat Bupati Nomor 525.26/222/IV/EKBANG/2005 seluas 13.930 hektare. Berdasarkan peta RTRWP Kalteng, areal PT. AB meliputi 7.726,96 hektare Kawasan Pengembangan Produksi (KPP), 1.024,24 hektare Kawasan Pemukiman dan Pengembangan Lainnya (KPPL) dan 5.448,98 hektare kawasan HP. Perusahaan itu disebutkan juga belum memiliki IPPKH, dan saat ini perusahaan tersebut telah melakukan penanaman di kawasan HP.
Bupati Kotim pada waktu itu juga sempat mengeluarkan IPK untuk perusahaan tersebut yaitu berdasarkan Keputusan Bupati nomor 522.21/247/EKBANG tanggal 12 Juni 2003, namun pemberian IPK tanpa didasari IPPKH yang menjadi syarat wajib. Sejak tahun 2004 perusahaan ini sudah melakukan penanaman seluas 6.299 hektare. Akibat penerbitan IPK itu, setidaknya negara mengalami kerugian sebesar Rp. 21.439.670.600 dan Rp. 13.102.039.600, ditambah psdh sebesar Rp. 1.041.217.784 dan DR sebesar USD150,663.61, dari IPK seluas 2000 hektare dan 1.087 hektare dengan potensi kayu sebesar 79.960 M3 dan 54.222,48 M3.
PBS lainnya, yaitu PT HSL dengan potensi kerugian negara paling sedikit sebesar Rp. 32.530.638,97 PSDH sebesar Rp3.253.063.839 dan DR sebesar USD747,852.40. Dugaan kerugian ini didapat dari perhitungan diterbitkannya HGU dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI Nomor 27-HGU-2007 tahun 2007 seluas 6.299,79 hektare, tanpa adanya IPPKH dari Menhut RI. Areal milik perusahaan PT HSL 3.927,79 hektare adalah merupakan kawasan HP dan 2.377,18 hektare berada dikawasan KPPL (peta RTRWP Kalteng) atau seluas 6.299,88 hektare bila menggunakan peta TGHK.
Sumber ANTARA >> http://www.antarakalteng.com/print/208555/disbun-kotim-tak-ketahui-pbs-lakukan-pelanggaran
Foto : Dokumentasi Save Our Borneo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar